KEPEMIMPINAN DAN KEADILAN
A. HAKIKAT
KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk
melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau
melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk
mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh
kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan
tugas – Field Manual (22-100).
Ayat
mengenai kepemimpinan :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي
ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ
خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ
بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (النور:55
”
Dan Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka
tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah
orang-orang yang fasik.” (Qs An Nur: 55)[1]
Kekuasaan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang
diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak
dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka
satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya
memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan
yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat –
sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang
mana
nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan.
1.
KRITERIA
PEMIMPIN
Adapun
kriteria pemimpin itu sendiri, yakni:
a. Pemimpin
yang mukmin.
b. Tegas
dalam menjalankan perintah Tuhan.
c. Takut
kepada Allah swt sewaktu mengurusi orang-orang yang dipimpinnya.
d. Tidak
menzalimi siapapun.
e. Tidak
memerkosa hak-hak orang lain.
f.
Menegakkan dan bukan melecehkan hudud Allah swt.
g.
Membahagiakan rakyatnya dengan mengharap rida Allah swt.
h. Orang
kuat di sisinya menjadi lemah sehingga si lemah dapat mengambil kembali haknya
yang direbut
si kuat.
i. Orang lemah
di sisinya menjadi kuat sehingga haknya dapat terlindungi.
j.
Menampakkan kepatuhan kepada Allah swt dalam menetapkan kebijakan yang
berhubungan
dengan hajat hidup orang banyak sehingga dirinya dan orang-orang yang
dipimpinnya
merasa bahagia.
k. Semua
orang hidup aman dan tenteram.
l. Sangat
mencintai manusia, begitu pula sebaliknya.
m. Selalu
mendoakan manusia, begitu pula sebaliknya. Kriteria di atas menjadi indikator
bagi
pemimpin
yang terbaik dan termulia di sisi Allah swt dan manusia.
1.
CIRI-CIRI PEMIMPIN
MENURUT ISLAM
Adapun
cirri-ciri pemimpin menurut islam adalah sebagai berikut :
1. NIAT YANG TULUS
Apabila menerima suatu tanggung jawab, hendaklah
didahului dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan. Iringi
hal itu dgn mengharapkan keredhaan-Nya sahaja. Kepemimpinan atau jabatan adalah
tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
2. LAKI-LAKI
Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan.
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Tidak akan beruntung kaum yang
dipimpim oleh seorang wanita (Riwayat Bukhari dari Abu Bakarah
Radhiyallahu’anhu).
3. TIDAK MEMINTA JABATAN
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah
Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk
menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena
permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika
kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan
dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
4. BERPEGANG DAN KONSISTEN PADA
HUKUM ALLAH
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah
berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah, dan jaganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.”
(al-Maaidah:49).
Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dilucutkan dari jabatannya.
Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dilucutkan dari jabatannya.
5. MEMUTUSKAN PERKARA DENGAN ADIL
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin
mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan
keadaan terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan
dijerusmuskan oleh kezalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam
kitab Al-Kabir).
6. SENANTIASA ADA KETIKA DIPERLUKAN RAKYAT
Hendaklah selalu membuka pintu utk setiap pengaduan
dan permasalahan rakyat. Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorg pemimpin atau
pemerintah yg menutup pintunya terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinan
kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap keperluan, hajat, dan kemiskinannya.”
(Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).
7. MENASIHATI RAKYAT
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorg pemimpin yg
memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak
menasihati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk syurga bersama mrk
(rakyatnya).”
8. TIDAK MENERIMA HADIAH
Seorang rakyat yg memberikan hadiah kepada seorang
pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau
mengambil hati. Oleh kerena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian
hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin
adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
9. MENCARI PEMIMPIN YANG BAIK
Rasulullah bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang
nabi atau menjadikan seorang khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan
pembantu, yaitu pembantu yang menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya
kesana, dan pembantu yang menyuruh kpd kemungkaran dan mendorongnya ke sana.
Maka org yg
terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said
Radhiyallahu’anhu).
10. LEMAH LEMBUT
Doa Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu
perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yg
mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka
berlemah lembutlah kepadanya.
11. TIDAK MERAGUKAN RAKYAT
Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin
menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam
Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
12. TERBUKA UNTUK MENERIMA IDE & KRITIKAN
Salah satu prinsip Islam adalah kebebasan
bersuara. Kebebasan bersuara ini adalah platform bagi rakyat utk memberi
idea atau kritikan kepada kerajaan & pemimpin agar sma mngembling
tenaga & ijtihad kearah pembentukn negara yg maju. Saidina Abu Bakar
berucap ketika dilantik menjadi khalifah, beliau menegaskan "..saya
berlaku baik, tolonglah saya, dan apabila saya berlaku buruk, betulkn
saya..", manakala Khalifah Umar prnah ditegur oleh seorang wanita ketika
memberi arahan di masjid, dan beliau menerima teguran tersebut.
2.
SYARAT-SYARAT
PEMIMPIN DALAM ISLAM
Ada 4 syarat
untuk memjadi seorang pemimpin :
Pertama, Allah adalah hakim mutlak seluruh alam semesta dan segala isinya.. Allah
adalah Malik al-Nas, pemegang kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi hukum.
Manusia harus dipimpin oleh kepemimpinan Ilahiyah. Sistem hidup yang bersumber
pada sistem ini disebut sistem Islam, sedangkan sistem yang tidak bersumber
pada kepemimpinan Ilahiyah disebut kepemimpinan Jahiliyah. Hanya ada dua
pilihan kepemimpinan Allah atau kepemimpinan Thagut.
Kedua, kepemimpinan manusia yang mewujudkan hakimiah Allah dibumi adalah Nubuwwah. Nabi tidak saja menyampaikan Al-qanun Al-Ilahi dalam bentuk kitabullah, tetapi juga pelaksana qanun itu sendiri. ”Seperangkat hukum saja tidak cukup untuk memperbaiki masyarakat. Supaya hukum dapat menjamin kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan pelaksana.” menurut Khomeini. Para Nabi diutus untuk menegakkan keadilan, menyelamatkan masyarakat manusia dari penindasan. Nabi telah menegakkan pemerintahan Islam dan Imamah keagamaan sekaligus.
Kedua, kepemimpinan manusia yang mewujudkan hakimiah Allah dibumi adalah Nubuwwah. Nabi tidak saja menyampaikan Al-qanun Al-Ilahi dalam bentuk kitabullah, tetapi juga pelaksana qanun itu sendiri. ”Seperangkat hukum saja tidak cukup untuk memperbaiki masyarakat. Supaya hukum dapat menjamin kebahagiaan dan kebaikan manusia, diperlukan pelaksana.” menurut Khomeini. Para Nabi diutus untuk menegakkan keadilan, menyelamatkan masyarakat manusia dari penindasan. Nabi telah menegakkan pemerintahan Islam dan Imamah keagamaan sekaligus.
Ketiga, garis Imamah melanjutkan garis Nubuwwah dalam memimpin ummat. Setelah
zaman Nabi berakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW, kepemimpinan ummat
dilanjutkan oleh para imam yang diwasiatkan oleh Rasulullah SAW dan Ahlul
Baitnya. Setelah lewat zaman Nabi, maka datanglah zaman Imam. Jumlah Imam ini
ada 12 (dua belas), pertama adalah Imam Ali Bin Abi Thalin, dan yang
terakhir adalah Muhammad ibn Al-Hasan Al Mahdi Al Muntazhar, yang sekarang
dalam keadaan gaib. Imam Mahdi mengalami dua ghaibah, yakni ketika dia
bersembunyi didunia fisik, dan mewakilkan kepemimpinannya kepada Nawab al-Imam
(wakil Imam), dan ghaibah kubra, yaitu setelah Ali Ibn Muhammad wafat, sampai
kedatangannya kembali pada akhir zaman. Pada ghaibah kubra inilah kepemimpinan
dilanjutkan oleh para faqih, hingga akhir zaman tiba.
Keempat, para faqih diberikan beban menjadi khalifah. Kepemimpinan Islam
berdasarkan atas hukum Allah. Oleh karena seorang faqih haruslah orang yang
lebih tahu tentang hukum Illahi.
"Orang
yang layak menjadi pemimpin harus memenuhi empat syarat, yaitu :
1) berasal dari keturunan Quraisy;
2) memenuhi sejumlah syarat, seperti layaknya
seorang hakim (qadhi), merdeka, akil, balig, berilmu, dan adil;
3) arif dalam urusan peperangan, politik, dan
pelaksanaan hukum-hukum hudud sehingga rasa belas kasihannya tidak
menghalanginya dari berbuat adil, serta memiliki sifat membela umatnya; dan
4) yang paling utama dalam ilmu dan agama di
antara mereka.
3.
KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
Dalam ajaran
agam Islam, hadits nabi menyebutkan bahwa setiap manusia adalah seorang
pemimpin, apakah ia sebagai kepala keluarga, sebagai imam suatu umat, seorang
wanita yang kedudukannya sebagai ibu rumah tangga dan bahkan seorang pembantu
sekalipun ia adalah seorang pemimpin.
Hal ini
didasarkan pada hadits Nabi yang berbunyi :Artinya : Abu Nu’man menceritakan
hadits kepada kami, Hammad ibnu Zaid menceritakan hadits kepada kami dari
Ayyub, dari Nafi’, dari Abdillah berkata: Rasulullah SAW. Bersabda “setiap kamu
adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban.
Oleh karena
itu seorang imam adalah pemimpin dan dia akan dimintai pertanggungjawaban, dan
seorang laki-laki adalah seorang pemimpin atas keluarganya, dan setiap
kamu akan dimintai pertanggungjawaban. Dan seorang wanita (istri) adalah
pemimpin atas rumah suaminya dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban.
Dan seorang hamba (pembantu) adalah pemimpin atas harta tuannya dan setiap kamu
akan dimintai pertanggungjawaban.
Maka
ingatlah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminati pertanggungjwaban
atas kepemimpinannya” . Kecuali sebagai Nabi, Muhammad SAW. adalah pemimpin
yang tangguh dan paling efektif. Segala macam kualitas yang dibutuhkan untuk
tampil sebagai figur kepemimpinan berhimpun pada pribadi Muhammad SAW.. Kita
dapat mencatat umpamanya beberapa hal persyaratan yang telah dimiliki beliau :
Beliau adalah pribadi yang mempunyai sifat-sifat terpuji, diantaranya adalah siddiq54. Selaku pimpinan beliau memiliki kesabaran yang tinggi ketika diuji dengan harta, dengan kedudukan dan dengan wanita. Beliau tangguh dan tidak tergoyahkan. Meski beliau memiliki pengetahuan, kecerdasan dan wawasan pandangan yang luas, namun beliau tidak meninggalkan musyawarah dan diskusi dengan para sahabatnya dalam memutuskan suatu perkara yang rumit. Bahkan lebih dari itu, terkadang ide orang lain bahkan ide musuh-musunya kalau dianggap baik beliau mengambilnya.
Beliau adalah pribadi yang mempunyai sifat-sifat terpuji, diantaranya adalah siddiq54. Selaku pimpinan beliau memiliki kesabaran yang tinggi ketika diuji dengan harta, dengan kedudukan dan dengan wanita. Beliau tangguh dan tidak tergoyahkan. Meski beliau memiliki pengetahuan, kecerdasan dan wawasan pandangan yang luas, namun beliau tidak meninggalkan musyawarah dan diskusi dengan para sahabatnya dalam memutuskan suatu perkara yang rumit. Bahkan lebih dari itu, terkadang ide orang lain bahkan ide musuh-musunya kalau dianggap baik beliau mengambilnya.
Hal ini
dilakukan dengan prinsip nisfu aqlika fi ‘aduwwika yang artinya sebagian dari
ide anda dapat diperoleh dari taktik atau gagasan musuh-musuhmu. Konsep
kepemimpinan (leadership) dalam pandangan agama Islam berdasarkan firman Allah
SWT. surat Al Baqoroh ayat 30 yang berbunyi :Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu
kepada para Malaikat :”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka
bumi" (QS. Al Baqoroh, 30) Kandungan ayat tersebut menjelaskan
nikmat-nikmat Allah SWT. yang dengan nikmat tersebut menjauhan dari maksiat dan
kufur serta dapat memotivasi seseorang untuk beriman kepada Allah SWT..
Diciptakannya Nabi Adam AS. dalam bentuk yang sedemikian rupa disamping
kenikmatan memiliki ilmu dan berkuasa penuh untuk mengatur alam semesta serta
berfungsi sebagai khalifah Allah SWT. di bumi. Hal tersebut merupakan nikmat
yang paling agung dan harus disyukuri oleh keturunannya dengan cara taat kepada
Allah SWT. dan tidak ingkar kepadaNya, termasuk menjauhi kemaksiatan yang
dilarang oleh Allah SWT.Sedangkan penjelasan dari ayat ini adalah bahwa
sesungguhnya kami (Allah SWT.) akan menjadikan Adam sebagai khalifah dan
pengganti makhluk lain yang dulu menghuni bumi, mereka itu telah musnah karena
saling menumpahkan darah, sekarang Adam adalah pengganti mereka.
Sebagian mufassirin
berpendapat yang dimaksud dengan khalifah disini adalah sebagai pengganti Allah
Allah SWT. dalam memberikan perintah-perintah Nya kepada manusia. Karenanya,
istilah yang mengatakan bahwa “manusia adalah khalifah Allah di bumi” sudah
sangat populer. Pengangkatan khalifah ini menyangkut pula pengertian
pengangkatan sebagian manusia yang diberi wahyu oleh Allah tentang
syariat-syariat Nya. Pengangkatan khalifah ini juga mencakup seluruh mahluk
(manusia) yang berciri mempunyai kemampuan berfikir yang luar biasa .
Berbicara
tentang kepemimpinan dalam pandangan agama Islam, maka kita akan merujuk
terhadap pribadi dan pola kepemimpinan yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad SAW.
yang lebih dikenal dengan istilah uswatun khasanah yang artinya teladan yang
mulia atau baik. Keteladanan nabi muhammad SAW. ini telah dijamin oleh Allah
SWT. dengan firman Nya dalam Al Qur’an yang berbunyi :Artinya : Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri taulada yang baik bagimu, yaitu bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari qiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS. Al Ahzab, 21)
Keteladanan Nabi Muhammad SAW. sangat tepat jika dicontoh oleh manusia pada umumnya dan para pemimpin pada khsusnya. Pengaruh kepemimpinan beliau masih tetap kuat, dan bagi umat Islam beliau merupakan figure keteladanan yang paling utama dalam berbagai segi kehidupan.
Keteladanan Nabi Muhammad SAW. sangat tepat jika dicontoh oleh manusia pada umumnya dan para pemimpin pada khsusnya. Pengaruh kepemimpinan beliau masih tetap kuat, dan bagi umat Islam beliau merupakan figure keteladanan yang paling utama dalam berbagai segi kehidupan.
Beliau
dengan sangat teliti dan hati-hati mencontohkan semua perbuatan baik dan
menjauhkan diri dari melakukan perbuatan buruk dengan sangat teliti dan jelas.
Sesungguhnya banyak hal yang bisa dijabarkan dari sifat Rasulullah SAW namun semoga 4 sifat teladan ini sungguh menjelaskan betapa sifat kepempimpinan beliau mengakar kepada kita walau beliau telah wafat beberapa abad yang lalu, sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun.
Sesungguhnya banyak hal yang bisa dijabarkan dari sifat Rasulullah SAW namun semoga 4 sifat teladan ini sungguh menjelaskan betapa sifat kepempimpinan beliau mengakar kepada kita walau beliau telah wafat beberapa abad yang lalu, sifat kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun.
1. Shiddiq (Jujur). Ini adalah sifat
kejujuran yang sangat ditekankan Rasul baik kepada dirinya maupun pada para
sahabat-sahabatnya (Semoga kita juga meneladaninya).Adalah ciri seorang muslim
untuk jujur. Sehingga Islam bukan saja menjadi sebuah agama namun juga
peradaban besar.
2.Amanah(bisa dipercaya). Sifat ini
ditanamkan khususnya kepada para sahabat yang ditugaskan di semua hal apa saja
untuk bisa berbuat amanah, tidak curang (atau juga korupsi di zaman sekarang)
dalam hal apa saja. Sesuatu yang sekarnag menjadi sangat langka di negeri
muslim sekalipun (miris).
3. Tabligh (Menyampaikan yang benar). Ini
adalah sebuah sifat Rasul untuk tidak menyembunyikan informasi yang benar
apalagi untuk kepentingan umat dan agama. Tidak pernah sekalipun beliau
menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri. Subhanallah.
4. Fathonah (Cerdas).Sifat Pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia ambbil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat. Dengan mengenal beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa Seorang Rasulullah yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi, Rasul,Kepala Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan Perang menjadi sangat sukses dalam setiap hal yang beliau geluti. Semoga menjadi landasan bagi kita dan para pemimpin muslim untuk mampu meneladani apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
4. Fathonah (Cerdas).Sifat Pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia ambbil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat. Dengan mengenal beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa Seorang Rasulullah yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi, Rasul,Kepala Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan Perang menjadi sangat sukses dalam setiap hal yang beliau geluti. Semoga menjadi landasan bagi kita dan para pemimpin muslim untuk mampu meneladani apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
4.
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DENGAN AYAT
Adapun
hubungan QS Yunus ayat 14 dengan Kepemimpinan, yakni :
1. Kalimat ”Kemudian Kami jadikan kamu
pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka,…”. Dalam kalimat ini
mengandung makna bahwa setelah umat-umat yang terdahulu hancur. Maka Allah
mengganti dengan umat Muhammad saw., umat yang mengikuti agama Islam, agama
yang membawa manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Kalimat “…supaya Kami memperhatikan bagaimana
kamu berbuat. ” dimaksudkan bahwa Allah memberikan peringatan
bagi kaum Muslimin agar selalu berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan dan
mengingat akan tugas-tugas yang diberikan Allah swt. kepada manusia sebagai
khalifah Allah di bumi.[5]
Di antara tugas khalifatullah fil ardi ialah menegakkan
hak dan keadilan di muka bumi, membersihkan alam ini dari perbuatan najis,
syirik, fasik serta meninggikan kalimat Allah. Allah akan memperhatikan dan
mencatat semua perbuatan manusia dalam melaksanakan tugasnya itu, apakah sesuai
dengan yang diperintahkan-Nya atau tidak. Allah menjadikan kita sebagai
khalifah di muka bumi, tidak lain hanyalah untuk melihat amal-amal kita, maka
perlihatkanlah kepada Allah amalanamalan kita yang baik di malam dan di siang
hari. Jika kita berlaku zalim pula seperti bangsa dahulu kala itu. Niscaya kita
akan lenyap pula dari muka bumi.
Secara umum,
seorang pemimpin berkewajiban menjalankan hal-hal sebagai berikut:
A. Menjaga agama agar tetap pada porosnya yang
abadi. Seandainya muncul seorangmubtadi’ (yang mengada-ada dalam urusan
agama), ia (pemimpin) harus menjelaskan kebenaran kepadanya, memberinya
landasan dan menjalankan hak serta hudud agar agama tetap terlindungi
dari kerancuan sekaligus mencegah umat dari ketergelinciran (ke jurang
kesesatan).
B. Melaksanakan hukum dan memutuskan perkara
pihak-pihak yang bertikai sehingga keadilan menjadi tegak, orang zalim tidak
dapat berbuat seenaknya, dan orang yang dizalimi tidak merasa lemah.
C. Menjaga Islam dan menjamin keamanan agar
orang-orang dapat saling berhubungan dan hidup dalam kondisi nyaman yang
berhubungan dengan jiwa dan harta benda.
D. Menegakkan hudud demi menjaga dan
melindungi hak-hak para hamba.
E. Melindungi kaum muslimin dengan benteng yang
kokoh serta kekuatan yang mampu menangkal setiap serangan musuh-musuh yang
sangat berpotensi menghancurkan atau menumpahkan darah kaum muslimin atau
orang-orang nonmuslim yang berada di bawah perlindungan pemerintahan Islam.
F. Melancarkan jihad terhadap orang yang telah
diberi keterangan tentang ajaran Islam namun kemudian melakukan
penentangan-sampai dirinya memeluk Islam atau memilih di bawah tanggungan
pemerintah Islam.
G. Menyertakan orang-orang terpercaya (amanah)
dalam pemerintahannya serta mengikuti nasihat orang-orang yang layak
menasihati. Ini dimaksudkan agar kecakapan dijadikan tolak ukur pemberian
amanat dan harta kekayaan dapat terlindungi.[6]
B. KEADILAN
1. DEFENISI KEADILAN
Adil menurut pengertian
umum yaitu tidak berat sebelah , dengan kata lain adil adalah memperlakukan
atau menimbang sesuatu dengan cara serupa. Ia menyangkal soal sikap hidup atau
perilaku serta mempunyai hubungan erat dengan soal kejiwaan. Dilihat dari sudut
pembahagian kerangka pokok ajaran islam , adil termasuk dalam ruang lingkup
akhlak . sebagai mana yang dilansirkan oleh ayat :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90)
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan
berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS.AN-NAHL : 90)
Jadi , pada dasarnya keadilan adalah nilai utama
akhlak muslim yang bersikap adil kepada siapapun tanpa mengira tempat dan masa.
Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau
menegakkan keadilan pada setiap tindakandan perbuatan yang dilakukan (Qs. an-Nisaa
(4): 58):
Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan ama- nat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apa bila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan ama- nat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apa bila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Dalam Al-Qur’an Surat an-Nisaa ayat 135 juga dijumpal perintah
kepada orang-orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan, yaitu:
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benarpenegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau Ibu,
Bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia, kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemasalahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dan kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
dengan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segalanya apa
yang kamu lakukan’
Perintah untuk berlaku adil atau menegakkan keadilan dalam menerapkan hukum
tidak memandang perbedaan agama, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat asSyuura
(42) ayat 15, yakni:
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah:
“Aku beriman kepada semua kitab yaig diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kebali (kita).
“Aku beriman kepada semua kitab yaig diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kebali (kita).
Begitu pentingnya berlaku adil atau menegakkan keadilan, sehingga Tuhan
memperingatkan kepada orang-orang yang beriman supaya jangan karena kebencian
terhadap suatu kaum sehingga memengaruhi dalam berbuat adil, sebagaimana
ditegaskan dalam A1-Qur’an Surat al-Maidah (5) ayat 8, yakni:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu Untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan takwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [7]
Keadilan dalam sejarah perkembangan pemikiran Filasafat Islam tidak
terlepas dan persoalan keterpaksaan dan kebebasan. Para Teolog muslim terbagi
dalam dua kelompok, yaitu Kaum Mu’tazilah yang membela keadilan dan kebebasan,
sedangkan Kaum Asy’ari yang membela keterpaksaan.
Kaum Asy’ari menafsirkan keadilan
dengan tafsiran yang khas yang menyatakan Allah itu adil, tidak berarti bahwa
Allah mengikuti hukum-hukum yang sudah ada sebelumnya, yaitu hukum-hukum
keadilan tetapi berarti Allah merupakan rahasia bagi munculnya keadilan. Setiap
yang dilakukan oleh Allah adalah adil dan bukan setiap yang adil harus
dilakukan oleh Allah, dengan demikian keadilan bukan lah tolok ukur untuk
perbuatan Allah melainkan perbuatan Allahlah yang menjadi tolok ukur keadilan. Adapun
Kaum Mu’tazilah yang membela keadilan berpendapat bahwa keadilan memiliki
hakikat yang tersendiri dan sepanjang Allah mahabijak dan adil, maka Allah
melaksanakan perbuatannya menurut kriteria keadilan.
Murtadha Muthahhari mengemukakan bahwa konsep adil dikenal dalam empat hal;
pertama, adil bermakna keseimbangan dalam arti suatu masyarakat yang
ingin tetap bertahan dan mapan, maka masyarakat tersebut harus berada dalam
keadaan seimbang, di mana segala sesuatu yang ada di dalamnya harus eksis
dengan kadar semestinya dan bukan dengan kadar yang sama. Keseimbangan sosial
mengharuskan kita melihat neraca kebutuhan dengan pandangan yang relatif
melalui penentuan keseimbangan yang relevan dengan menerapkan potensi yang
semestinya terhadap keseimbangan tersebut. Al-Qur’an Surat ar-Rahman 55:7
diterjemahkan bahwa: “Allah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca
(keadilan)”.
Para ahli tafsir menyebutkan bahwa, yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah
keadaan alam yang diciptakan dengan seimbang. Alam diciptakan dan segala
sesuatu dan dan setiap materi dengan kadar yang semestinya dan jarak-jarak
diukur dengan cara yang sangat cermat. Kedua, adil adalah persamaan
penafian terhadap perbedaan apa pun. Keadilan yang dimaksudkan adalah
memelihara persamaan ketika hak memilikinya sama, sebab keadilan mewajibkan
persamaan seperti itu, dan mengharuskannya. Ketiga, adil
adalahmemelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang
berhak menerimanya. Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus
dihormati di dalam hukum manusia dan setiap individu diperintahkan untuk
menegakkannya. Keempat, adil adalah memelihara hak atas berlanjutnya
eksistensi.[8]
Konsepsi keadilan Islam menurut Qadri mempunyai arti yang lebih dalam
daripada apa yang disebut dengan keadilan distributif dan finalnya Aristoteles;
keadilan formal hukum Romawi atau konsepsi hukum yang dibuat manusia lainnya.
Ia merasuk ke sanubari yang paling dalam dan manusia, karena setiap orang harus
berbuat atas nama Tuhan sebagai tempat bermuaranya segala hal termasuk motivasi
dan tindakan. Penyelenggaraan keadilan dalam Islam bersumber pada Al-Qur’an
serta kedaulatan rakyat atau komunitas Muslim yakni umat.
Makna yang terkandung pada konsepsi keadilan Islam ialah menempatkan
sesuatu pada tempatnya, membebankan sesuatu sesuai daya pikul seseorang,
memberikan sesuatu yang memang menjadi haknya dengan kadar yang seimbang.
Prinsip pokok keadilan digambarkan oleh Madjid Khadduri dengan mengelompokkan
ke dalam dua kategori, yaitu aspek substantifdan prosedural yang masing-masing
meliputi satu aspek dan keadilan yang berbeda. Aspek substantif berupa
elemen-elemen keadilan dalam substansi syariat (keadilan substantif), sedangkan
aspek prosedural berupa elemen-elemen keadilan dalam hukum prosedural yang dilaksanakan
(keadilan prosedural).[9]
Manakala kaidah-kaidah prosedural diabaikan atau diaplikasikan secara tidak
tepat, maka ketidakadilan prosedural muncul. Adapun keadilan substantif
merupakan aspek internal dan suatu hukum di mana semua perbuatan yang wajib
pasti adil (karena firman Tuhan) dan yang haram pasti tidak adil (karena wahyu
tidak mungkin membebani orangorang yang beriman suatu kezaliman). Aplikasi
keadilan prosedural dalam Islam dikemukakan oleh Ali bin Abu Thalib pada saat
perkara di hadapan hakim Syuraih dengan menegur hakim tersebut sebagai berikut:
1. Hendaklah samakan (para pihak) masuk mereka ke dalam majelis, jangan ada
yang didahulukan.
2. Hendaklah sama duduk mereka di hadapan hakim.
3. Hendaklah hakim menghadapi mereka dengan sikap yang sama.
4. Hendaklah keterangan-keterangan mereka sama didengarkan dan
diperhatikan.
5. Ketika menjatuhkan hukum hendaklah keduanya sama mendengar.
Sebagai penutup uraian tentang keadilan dan perspektif Islam, saya mengutip
pendapat Imam Ali sekaligus sebagai “pemimpin Islam tertinggi di zamannya”
beliau mengatakan bahwa prinsip keadilan merupakan prinsip yang signifikan
dalam memelihara keseimbangan masyarakat dan mendapat perhatian publik.
Penerapannya dapat menjamin kesehatan masyarakat dan membawa kedamaian kepada
jiwa mereka. Sebaliknya penindasan, kezaliman, dan diskriminasi tidak akan
dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan.[10]
[1] Murtadha
Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, Lentera, Jakarta,2002
[2] Murtadha
Muthahhari, Manusia dan Alam Semesta, Lentera, Jakarta, hlm 423
[3] Ibrahim
Amini, Para Pemimpin Teladan, Al-huda, Jakarta 2005, hlm 18
[4] Ibrahim
Amini, Para Pemimpin Teladan, Al-huda, Jakarta 2005.hlm 56
[5] Imam
Khomeini, Sistem Pemerintahan Islam, Pustaka Zahra, Jakarta, 2002, hlm 63 - 70
[6] Imam
Khomeini, Sistem Pemerintahan Islam, Pustaka Zahra, Jakarta, 2002, hlm 63
Sayyid Quthb, Keadilan Sosial Dalam Islam, 1994: Bandung: Pustaka,
hlm.25
[7] Hamka,
Tafsir Al-azhar Jus V, 1983, Jakarta: Putaka Panji Mas, hlm. 125.
[8] Sayyid Quthb, Keadilan Sosial
Dalam Islam, 1994: Bandung: Pustaka, hlm.342
[9] Murtadha
Muthahhari, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam, 1995, Bandung:
Mizan, hlm 53-58.
[10] AA. Qadri, Sebuah
Potret Teori dan Praktek Keadilan Dalam Sejarah Pemerintahan Muslim, 1987,
Yogyakarta: PLP2M, hIm. 1