Saya hanya seorang gadis kampung yang ingin berbagi pengalaman dengan anda !!!

Selasa, 13 Desember 2016

pendapatan nasional dalam perspektif islam



BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu negara salah satunya dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi (economic growth) dapat diukur dari kenaikan besarnya pendapatan nasional (produksi nasional) pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari pendapatan nasional (national income) ini merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi secara nasional pada periode tertentu.
Tingginya tingkat pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya barang dan jasa yang dapat diproduksi. Besarnya kapasitas produksi tersebut dapat menunjukkan tingginya tingkat kemakmuran masyarakat dalam suatu negara. Baik negara yang sedang berkembang maupun negara-negara maju, semua mengiginkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pendapatan Nasional (national income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang memengaruhi tersebut menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif, maka tingkat keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah tercapai, dan begitu pula sebaliknya.
Dalam perhitungan ekonomi Islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional agar tujuan negara dapat terlaksanakan dengan baik dan masyarakat mendapatkan kesejahteraan  dan kebahagiaan dalam bernegara.

B.     Rumusan Masalah

·        Bagaimana konsep pendapatan nasional dalam perspektif ekonomi Islam?















BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Pendapatan Nasional

Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga di suatu negara dalam kurun waktu tertentu dari faktor-faktor produksi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan melihat pendapatan nasionalnya. Pendapatan nasional diukur  dengan Produk Nasional Bruto (Gross National Product), yaitu jumlah seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam kurun waktu satu tahun, diukur menurut harga pasar negara tersebut. Terdapat 3 pendekatan dalam mengukur besarnya GNP, yakni dihitung berdasarkan:

1.    Pengeluaran untuk membeli barang dan jasa.
2.    Nilai barang dan jasa akhir.
3.    Dari pasar faktor produksi dengan menjumlahkan penerimaan yang diterima oleh pemilik faktor produksi (upah + bunga + sewa +  keuntungan).

Pendapatan nasional yang merupakan ukuran terhadap aliran uang dan barang dalam perekonomian dapat dihitung dengan tiga pendekatan,yaitu :
a)    Pendekatan produksi (production Approach)
Pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (Gross Domestic Product), pendekatan ini diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value added) dari semua sector produksi. Penggunaan konsep nilai tambah dilakukan guna menghindari terjadinya perhitungan ganda (double-Count).
b)   Pendekatan pendapatan (income Approach)
Pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan (Net National Product/NNP), berbeda dengan GNP, maka NNP merupakan GNP dikurangi penyusutan dari stok modal yang ada selama periode tertentu. Penyusutan merupakan ukuran dari bagian GNP yang harus disisihkan untuk menjaga kapasitas produksi dari perekonomian.
c)    Pendekatan pengeluaran (expenditure Approach)
Perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran dilakukan dengan menjumlahkan permintaan akhir unit-unit ekonomi,yaitu :
1.    Rumah tangga berupa konsumsi (consumtion/C)
2.    Perusahaan berupa investasi (investmen/I)
3.    Pengeluaran Pemerintahan (government/G)
4.    Pengeluaran ekspor dan impor (export-import/X-M)

Perhitungan pendapatan nasioanal dengan pendekatan uni biasa dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
Y=C+I, untuk perekonomian tertutup tanpa peranan pemerintah.
Y=C+I+G, untuk perekonomian tertutup dengan peranan pemerintahan
Y= C + I + G + X-M, untuk perekonomian terbuka

B.     Pendapatan nasional dalam Perspektif Ekonomi Islam

Pendekatan ekonomi konvensional menyatakan GDP atau GNP Rill dapat dijadikan sebagai suatu ukuran kesejahteraan ekonomi (measure of economic welfere) atau kesejahteraan pada suatu negara. Pada waktu GNP naik, maka diasumsikan bahwa rakyat secara materi bertambah baik posisinya atau sebaliknya, tentunya setelah dibagi dengan jumlah penduduk (GNP per kapita). Kritik terhadap GNP sebagai ukuran kesejahteraan ekonomi muncul dan para pengkritik mengatakan bahwa GNP/kapita merupakan ukuran kesejahteraan yang tidak sempurna.[1][2] Sebagai contoh, jika niali output turun sebagai akibat orang-orang mengurangi jam kerja atau menambah waktu leisure/istirahatnya tentu hal itu bukan menggambarkan keadaan orang itu menjadi lebih buruk.

Bagaimana ekonomi islam mengkritis perhitungan GDP rill/kapita yang dijadikan sebagai indikator bagi kesejahteraan suatu negara? Satu hal yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem ekomoni lainnya adalah pengunaan parameter falah.
 Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana kompenen-komponen rohaniah masuk ke dalam penegertian falah ini.
 Ekonomi islam merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar umat manusia kepada real welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya. Maka dari itu, selain harus memasukan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan, perhitungan pendapatan nasional berdasarkan islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi-interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat.
Pada intinya, ekonomi islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial islam. Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi islam. Empat hal tersebut adalah
a.       Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu Rumah Tangga
Jika penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Ketika pemerintahan Susilo Bambang Yudhuyono memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin, terjadi banyak ketidakpuasan, karena daftar yang nyata dari rakyat yang dikategorikan miskin sesungguhnya sangat tidak akurat. Perhitungan dari BPS didasarkan pada survei yang kurang mencerminkan kenyataan sesungguhnya, sementara angka GNP memang tidak dapat digunakan untuk mendeteksi jumlah penduduk miskin. Demikian pula GNP tidak mampu mendeteksi kegiatan produksi yang tidak ditransaksikan di pasar. Itu artinya kegiatan kegiatan produktif keluarga yang langsung di konsumsi dan tidak memasuki ke pasar tidak tercatat di dalam GNP. Padahal kenyataan ini sangat mempengaruhi kesejahteraan individu. Sesungguhnya angka ini bisa diperoleh melalui satu survei nasional yang menyeluruh. Pendapatan perkapita yang diperoleh melalui survei demikian, bisa diduga, akan menghasilkan angka yang lebih besar ketimbang GNP per kapita.

b.      Pendapatan Nasional Harus dapat Mengukur Produksi di Sektor Pedesaan
Sangatlah disadari bahwa tidaklah mudah mengukur secara akurat produksi komoditas subsistem, namun bagaimanapun juga perlu satu kesepakatan untuk memasukan angka produksi komoditas yang dikelola secara subsistem ke dalam perhitungan GNP. Satu contoh betapa tidak sempurnanya perkiraan produksi komoditas subsistem ini adalah, kita tidak pernah benar-benar mengetahui berapa sesungguhnya pendapatan masyarakat desa dari sektor subsistem. Oleh karena itu, kita juga tidak mengetahui sekarang ini kondisinya dan apakah sedang naik atau malah sedang turun. Padahal informasi itu sangat dibutuhkan pembuat kebijakan untuk mengambil keputusan, khususnya berkaitan dengan tingkat kesejahteraan rakyat lapisan bawah yang secara masa memiliki jumlah tersebar.

c.    Pendapatan Nasioanal Harus dapat mengukur kesejahteraan Ekonomi Islam
Kita sudah melihat bahwa angka rata-rata perkapita tidak menyediakan kapada kita informasi yang cukup untuk mengukur kesejahteraan yang sesungguhnya. Sangat penting untuk mengekpresikan kebutuhan efektif atau kebutuhan sadar akan bareng dan jasa, sebagai persentase total konsumsi. Hal itu perlu dilakukan karena, kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, rekreasi dan Pelayanan publik, sesunggunya bisa menjadi ukuran bagaimana tingkat kesejahteraan dari suatu negara atau bangsa.

Beranjak dari definisi konsumsi yang ada selama ini, menurut Nordhaus dan Tobin  membagi jenis konsumsi kedalam tiga kategori :
1)   Belanja untuk keperluan publik, seperti membuat jalan, jembatan, jasa polisi dan lain-lain.
2)   Belanja rumah tangga, seperti membeli TV, mobil, dan barang-barang yang habis dipakai
3)   Memperkirakan berkurangnya kesejahteraan sebagai akibat urbanisasi, polusi, dan kemacetan.

d.   Penghitungan pendapatan Nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial islami melalui pendugaan Nilai santunan saudara dan sedekah
Kita tahu bahwa GNP adalah ukuran moneter dan tidak memasukkan transfers payments seperti sedekah. Namun haruslah disadari, sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam masyarakat islam. Di dalam masyarakat islam, terdapat satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Dibanding amal sedekah yang sering dikeluarkan umat islam kepada mereka yang kurang beruntung, sesunguhnya lebih mudah mengestimasi zakat, satu kewajiban pembayaran transfer yang paling penting di negara muslim. Kini sedang diupayakan mengukur pendapatan dari zakat sebagai variabel kebijakan didalam pengambilan keputusan di bidang sosial dan ekonomi, sebagai bagian dari rancangan untuk mengentaskan kemiskinan. Pendayagunaan peran zakat untuk mengatasi masalah kemiskinan. Pendayagunaan peran zakat untuk mengatasi masalah kemiskinan dinegara-negara muslim kini tengah menjadi agenda negara-negara tersebut.

C.     Konsep Pendapatan Nasional dalam Perspektif Islam

Dalam perhitungan ekonomi Islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:

1.      Pendapatan nasional harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan penyebaran penduduk.

2.      Pendapatan Nasional perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas produksinya tidak dapat disamakan.

3.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya


Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah penggunaan parameter falah.
Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini.
 Al- Falah dalam pengertian Islam mengacu kepada konsep Islam tentang manusia itu sendiri. Dalam Islam, esensi manusia ada pada rohaniahnya. Karena itu, seluruh kegiatan duniawi termasuk dalam aspek ekonomi diarahkan tidak saja untuk memenuhi tuntutan fisik jasadiyah melainkan juga memenuhi kebutuhan rohani manusia.

Konsep ekonomi kapitalis yang hanya mengukur kesejahteraan berdasarkan angka GNP, jelas akan mengabaikan aspek rohani umat manusia. Pola dan proses pembangunan ekonomi diarahkan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Ini akan mengarahkan manusia pada konsumsi fisik yang cenderung hedonis sehingga menghasilkan produk-produk yang dilempar ke pasaran tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi aspek kehidupan lain.

Cara berfikir semacam ini akan membawa umat manusia kedalam situasi berlakunya hukum rimba, yakni siapa yang kuat dialah yang akan  menang (survival of the fittest). Maka dari itu, selain harus memasukkan unsur falah dalam menganalisis kesejahteraan, penghitungan pendapatan nasional berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrumen-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat.

Ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial Islam. Setidaknya ada 4 hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Adapun hal 4 tersebut adalah:

1.    Pendapatan nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
2.    Pendapatan nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaan.
3.    Pendapatan nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi Islam.
4.    Penghitungan pendapatan nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial Islami melalui pendugaan nilai santunan antarsaudara dan sedekah.[2][2]

Adapun sumber-sumber pendapatan nasional dalam ekonomi Islam antara lain:

1.      Ghanimah

Secara etimologi berasal dari kata ghanama-ghanimatuh yang berarti memperoleh jarahan ‘rampasan perang’. harta ini adalah harta yang didapatkan dari hasil peperangan dengan kaum musyrikin. Yang menjadi sasarannya adalah orang kafir yang bukan dalam wilayah yang sama (kafir dzimmi), dan harta yang diambil bisa dari harta yang bergerak atau harta yang tidak bergerak, seperti: perhiasan, senjata, unta, tanah, dll. Untuk porsinya 1/5 untuk Allah dan Rasulnya, kerabat Rasul, anak yatim, dan fakir miskin, dan ibn sabil, dan 4/5 untuk para balatentara yang ikut perang. Kemudian sisanya disimpan di Baitul Mal untuk didistribusikan kemudian.[3][3]

2.    Shadaqah
Secara etimologi adalah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar, pembuktian, dan syahadat (keimanan) yang diwujudkan dengan bentuk pengorbanan materi. Menurut Ibn Thaimiyah shadaqah adalah zakat yang dikenakan atas harta kekayaan muslim tertentu.

3.    Infaq
Infaq diambil dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut literature yang lain infaq berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan untuk satu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Dalam infaq tidak mengenal yang  namanya nisab, asnaf, dan subjeknya, artinya orang kafirpun bisa mengeluarkan infaq yang dialokasikan untuk kepentingan agamanya. Infaq ini boleh diberikan kepada siapa saja dan berapa saja. Untuk ruang lingkupnya infaq lebih luas daripada zakat yang mana hanya untuk orang muslim saja.

4.    Zakat
Kata zakat berasal dari kata zaka (menumbuhkan), ziadah (menambah), barakah (memberkatkan), thathir (menyucikan), dan an-nama (berkembang). Adapun menurut syara’ zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu dan pada orang-orang yang tertentu pula dengan catatan harta tersebut adalah milik penuh seseorang, mencapai hawl, dan nisabnya,  dalam hal ini zakat dikenakan kepada harta bukan kepada jiwa (jizyah). Di antara objek zakat itu adalah: binatang ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing), emas dan perak, biji-bijian (beras, jagung, dan gandum), buah-buahan (kurma dan anggur saja), harta perniagaan sama seperti syarat-syarat yang telah disebutkan dalam zakat emas dan perak, dll

5.    ‘ushr
‘Ushr oleh kalangan ahli fiqh disebut sepersepuluh yang dalam hal ini memiliki dua arti. Pertama, sepersepuluh dari lahan pertanian yang disirami dengan air hujan. Kedua, sepersepuluh diambil dari pedagang-pedagang kafir yang memasuki wilayah Islam dengan membawa barang dagangan. ‘Ushr diwajibkan hanya ketika ada hasil yang nyata dari tanahnya. Tanah yang sudah diwakafkan tetap diperlakukan sebagai tanah ‘ushr jika pemilik sudah menanami tanah tersebut. Yang termasuk kedalam harta ‘ushr adalah hasil pertanian dan perkebunan (buah, madu, dll.). Untuk hasil pertanian yang diairi dengan sumber alami (hujan, sumber air, dan arus) maka ‘ushr porsinya 10%, apabila pengairan tersebut masih menggunakan ala-alat produksi lain (alat irrigasi, sumur, dll) maka ‘ushrnya adalah 5%, dan untuk pengambilan ‘ushr ini adalah apabila sudah panen.

6.    Kharaj
Secara harfiah kharaj berarti kontrak, sewa-menyewa atau menyerahkan. Dalam terminologi keuangan Islam kharaj adalah pajak atas tanah atau hasil tanah. Yang mana diambil dari tanahnya orang non-muslim yang sudah ditaklukan dan tanah tersebut sudah diambil alih orang muslim. Dengan keringanan dari orang Islam maka non-muslim tersebut masih bisa menguasai tanahnya untuk bercocok tanam yang hasilnya akan dibagi 50%-50%  antara non-muslim dan orang Islam.

7.    Pajak tambang dan harta karun
Pajak tambang ini yang hasilnya keras seperti emas, perak, besi, dll. atau harta karun yang ditemukan di wilayah orang Islam, maka seperlima (1/5) harus diserahkan kepada negara untuk memenuhi keadilan sosial.

8.    Waqaf
Wakaf  secara harfiyah berarti berhenti, menahan, atau diam. Dalam hukum Islam wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya akan dipergunakan sesuai dengan syariat Islam.







































BAB III

PENUTUP

A.                 Kesimpulan

Pendapatan Nasional (national income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan keberhasilan dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan kerja, tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta pendapatan per kapitanya.
Pendapatan Nasional dapat diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu Negara pada periode tertentu biasanya 1 tahun. Istilah yang terkait pada pendapatan nasional antara lain, Produk Domestik Bruto (gross domestic product/ GDP), Produk Nasional Bruto (Gross Nasional Product/GNP), serta Product Nasional Neto (Net Nasional Product/ NNP).
Di kalangan masyarakat Indonesia hanya mengenal Pendapatan Nasional yang diterapkan dalam ilmu ekonomi konvensional yang dapat dihitung dengan menggunakan angka GNP (Gross National Product), namun masyarakat Indonesia belum mengetahui bagaimana perhitungan pendapatan nasional dalam perspektif ekonomi islam. Masyarakat juga belum mengetahui apa perbedaan antara perhitungan pendapatan nasional konvensional dengan pendapatan nasional dalam perspektif islam.
Hal yang membedakan pendapatan nasional konvensional dengan pendapatan nasional dalam perspektif islam adalah penggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini.
System Perekonomian yang ada di Indonesia begitu banyak, sehingga perlu adanya kebijakan-kebijakan. Apabila suatu kegiatan usaha ekonomi yang kita lakukan tentu ada hal-hal yang harus kita penuhi. Perekonomian suatu negara ada pembagian dua system, perekonomian tertutup dan terbuka. Dalam perekonomian tertutup juga dikenal dengan kebijakan pemerintah atau tanapa kebijakan pemerintah. Dan dalam hal ini kita akan membahas mengenai Perekonomian tertutup tanpa kebijakan pemerintah.

B.                 Saran

Dengan penjelasan yang dapat penulis jabarkan, semoga bermafaat untuk kita semua. Besar harapan penulis kepada para pembaca untuk dapat memahami dan mampu untuk mengaplikasikannya dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Mustafa Edwin. 2010. Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.

Mardani. 2012. Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.

Nordhaus. D William dan Samuelson A. Paul. 1992. Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar